ObjectRight

Status Rumah Sakit Pendidikan di UU Kesehatan Digugat ke MK

Situs News Indoesia Alternatif Informasi Berita Viral Terbaru

Jakarta, kalduikan Indonesia

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Dr. M. Mukhlis Rudi Prihatno bersama seorang dokter spesialis dan dua mahasiswa kedokteran telah mengajukan permohonan uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang
Kesehatan
kepada
Mahkamah Konstitusi
(MK).
Poin gugatan keempat orang itu adalah uji materi Pasal 187 Ayat (4) dan Pasal 209 Ayat (2) dalam Undang-Undang tentang Kesehatan yang mengatur soal status Rumah Sakit sebagai salah satu penyelenggara pendidikan kedokteran. Gugatan dilayangkan ke MK pada 13 Agustus 2025.
“Undang-Undang Kesehatan ini sebenarnya bukan undang-undang yang buruk, undang-undang yang bagus. Tapi untuk khusus pendidikan itu memang berbeda,” katanya didampingi anggota tim kuasa hukum pemohon uji materi, Azam Prasojo Kadar, di Purwokerto, Jawa Tengah, Senin (18/8).
Pasal 187 ayat (4) berbunyi:
Rumah Sakit pendidikan dapat menyelenggarakan program spesialis/subspesialis sebagai penyelenggara utama pendidikan dengan tetap bekerja sama dengan perguruan tinggi.
Pasal 209 ayat (2) berbunyi:
Selain diselenggarakan oleh perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendidikan profesi bidang Kesehatan untuk program spesialis dan subspesialis juga dapat diselenggarakan oleh Rumah Sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama dan bekerja sama dengan perguruan tinggi, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dengan melibatkan peran Kolegium.
Ia mengatakan di Indonesia ada tiga undang-undang yang mengatur pendidikan, yaitu Undang-Undang Guru dan Dosen, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, serta Undang-Undang Pendidikan Tinggi.
Bahkan, sebelumnya, kata dia, ada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran yang sekarang dicabut dan digantikan Undang-Undang Kesehatan, sehingga muncul permasalahan.
Ia menyayangkan UU Pendidikan Kedokteran dimasukkan dalam UU Kesehatan. Menurut dia, sejumlah aksi demonstrasi yang digelar mahasiswa maupun para guru besar dari berbagai perguruan tinggi beberapa waktu lalu merupakan salah satu dampak dari tiadanya Undang-Undang Pendidikan Kedokteran.
Menurut dia, dengan Undang-Undang Kesehatan, muncul masalah baru dalam hal pendidikan, yakni masalah pendidikan terutama pendidikan spesialis berbasis rumah sakit tinggi (hospital-based) dan berbasis perguruan (university-based).
Menurut Rudi, hal itu harus diluruskan dengan mengembalikan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran yang mengatur bahwa pendidikan kedokteran ada di bawah kementerian yang membidangi pendidikan, tidak di bawah Kementerian Kesehatan.
Ia mengatakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pendidikan Tinggi, yang berhak memberikan gelar akademik adalah perguruan tinggi.
“Namun, dengan adanya skema hospital-based dalam pendidikan dokter spesialis, muncul pertanyaan apakah rumah sakit memiliki kewenangan tersebut?” katanya.
Menurut Rudi, rumah sakit sebagai entitas pelayanan kesehatan belum tentu mampu memenuhi kewajiban tridharma perguruan tinggi, termasuk pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Selain itu, aspek penjaminan mutu dan kurikulum seharusnya tetap menjadi domain perguruan tinggi.
Rudi mengatakan penerapan sistem hospital-based juga berpotensi menimbulkan masalah kuota pendidikan karena rumah sakit kerap berbagi dengan beberapa universitas.
Ia mencontohkan kondisi di Jakarta dan Bandung, saat rumah sakit yang sama digunakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran.
“Faktanya, kuota mahasiswa justru berkurang dari universitas dan dialihkan ke hospital-based. Padahal, jika tujuannya menambah tenaga dokter spesialis, semestinya jumlahnya bertambah, bukan bergeser,” katanya.
Ia juga menyoroti lemahnya landasan hukum penyelenggaraan pendidikan dokter dalam Undang-Undang Kesehatan karena tidak merujuk pada Pasal 31 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur satu sistem pendidikan nasional.
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum pemohon, Azam Prasojo Kadar mengatakan permohonan uji materi Pasal 187 Ayat (4) dan Pasal 209 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan ke MK telah diajukan pada 13 Agustus 2025.
“Harapan kami Mahkamah Konstitusi segera menggelar sidang agar konflik dualisme antara pendidikan berbasis universitas dan berbasis rumah sakit dapat diselesaikan. Undang-Undang Pendidikan Tinggi dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional masih berlaku, sehingga seharusnya pendidikan dokter tetap berada di ranah pendidikan tinggi,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis dan subspesialis seharusnya tetap berada di bawah ranah pendidikan tinggi, bukan rumah sakit.
Menurut ia, payung hukum rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama cacat hukum dan tidak sesuai dengan Pasal 31 ayat 3 UUD 1945,” tegasnya.
Ia menilai dualisme penyelenggaraan pendidikan kedokteran berpotensi menimbulkan konflik kepentingan sekaligus ketidakpastian hukum jika tidak segera dikembalikan ke sistem pendidikan tinggi.
“Kami berharap Mahkamah Konstitusi dapat mengembalikan marwah pendidikan kedokteran pada jalur yang benar, yaitu berada di bawah Kementerian Pendidikan,” kata Azam.
(antara/wis)
[Gambas:Video kalduikan]

Baca lagi: Sinopsis The Naked Gun (2025), Aksi Lawak Liam Neeson Jadi Detektif

Baca lagi: Deret Buah untuk Redakan Sembelit, Tak Perlu Obat Pencahar

Baca lagi: Sinopsis The Naked Gun (2025), Aksi Lawak Liam Neeson Jadi Detektif

Exit mobile version