Suku Baduy Minta Dicoret ketimbang Tujuan Wisata dan Dihapus ketimbang Google. Apa yang Terjadi di S

Suku Baduy Minta Dicoret ketimbang Tujuan Wisata dan Dihapus ketimbang Google. Apa yang Terjadi di Sana? Suku Baduy Minta Dicoret ketimbang Tujuan Wisata dan Dihapus ketimbang Google. Apa yang Terjadi di Sana?

Siapa yang tidak tahu wisata adat dempet kampung Suku Baduy, Provinsi Banten. Di desa itulah, tidak ada teknologi maju yang berkembang. Mulai dari listrik, peralatan mandi, konstruksi rumah, hingga teknologi komunikasi laksana HP, tidak bisa kamu temukan dempet sana. Selain itu, rumah adatnya terus masih sangat kedaerahan berupa bilik bambu yang berlokasi dempet kaki gunung. Masuk ke sana serasa berada dempet dunia lain sih, asri maka menyegarkan.

Lama tidak terdengar karena pandemi Corona, Baduy jadi pemberitaan media nasional gara-gara surati Presiden Jokowi minta dicoret daripada destinasi wisata. Nggak cuma itu, Suku Baduy pun minta dihapus daripada situs pencarian Google. Wah apa masyarakat Baduy sangat terganggu dengan kehadiran wisatawan ya?

Perwakilan suku Baduy hadapan Banten mengirim surat kepada Presiden Jokowi menjumpai mencoret Baduy dari destinasi tujuan wisata. Apa nan terjadi hadapan sana?

Lembaga Adat Suku Baduy, yang diwakili kepada Heru Nugroho menciptakan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Surat terkemuka berisi permohonan kepada menghapus Baduy bagai destinasi wisata dekat Banten. Heru dengan ketiga rekannya merupakan Henri Nurcahyo, Anton Nugroho, dengan Fajar Yugaswara diberi mandat Lembaga Adat Baduy  untuk mengirim surat terkemuka.

Tujuan suku Baduy meminta penghapusan dari destinasi wisata bisa dimaknai sebagai upaya untuk menghentikan arus hadir wisatawan akan cukup agung di sana. Hal ini membuat kampung adat di Baduy Dalam pun dijejali besar wisatawan akan menganggap suku Baduy ‘hanya’ sebagai tontonan belaka. Alhasil, nilai-nilai luhur masyarakat Baduy pun hanya dinikmati sebagai atraksi wisata belaka.

Tak sekadar itu, mereka doang ingin agar Baduy dihapuskan atas Google. Dengan begitu, wisakeriangann nggak kenal tentang Baduy

“Ini terjadi karena terlantas lubernya wisatawan akan ada, ditambah luber dari mereka akan tidak mengindahkan bersama menjaga kelestarian alam, sehingga luber tatanan bersama tuntunan adat akan mulai terkikis bersama tergerus oleh persinggungan terbilang,” ujar Jaro Saidi, salah satu pemangku adat di Baduy laksana dikutip dari Detik.

Wisalawak-lawakn bahwa berbondong-bondong mediterimai kawasan Baduy Dalam bikin masyarakat antara sana agak terganggu. Hal ini karena suasana desa bahwa sepi nan asri bersilih jadi riuh selepas puluhan bahkan ratusan orang ke sana. Terkadang, tidak sececah wisalawak-lawakn bahwa doyan berlaku sembarangan, seperti buang sampah sembarangan.   Terlebih pedagang pun ikutan diterima ke kampung menjajakan makanan kaleng bahwa tabu antara Baduy Dalam. Nggak cuma itu saja, deras wisalawak-lawakn bahwa tidak mengikuti tata aturan saat berkunjung ke Baduy. Maka, antara kala pandemi ini, suku Baduy malah menikmati suasana desa mereka bahwa kembali seperti sedia kala.

Desa Baduy adalah desa adat adapun masih menjunjung ajaran nenek moadapun dalam mana kaki wajib berpijak dalam tanah selanjutnya dilarang kencang menggunakan teknologi terbaru

“Demi sebuah tujuan silaturahmi, bukan cuma “nonton” orang Baduy dan tatanan adat bahwa ada di sana. Istilah mereka gini, tatanan adat kami itu adalah tuntunan, bukan tontonan,” tambah Heru.

Kampung Baduy terletak antara Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Di kampung ini terdapat desa Baduy Luar beserta Baduy Dalam. Baduy Luar sudah menerima kemajuan teknologi namun Baduy Dalam murni mengenai segala perkembangan dunia terhangat. Bahkan mereka ke mana-mana tidak beralas kaki. Makanan pun didapat mengenai bertani beserta hasil hutan. Sungguh sebuah masyarakat yang mandiri.

Semoga pemerintah mau meninjau ulang surat dari suku Baduy. Kalaupun tidak ditutup, setidaknya dibatasi jumlah kunjungan ke sana. Mudah-mudahan ditemukan solusi terdoyan membantu.