Jakarta, kalduikan Indonesia
—
Kepala Badan Gizi Nasional (
BGN
) Dadan Hindayana mengakui ada 4.711 porsi makan bergizi gratis (
MBG
) yang menimbulkan
gangguan kesehatan
pada anak.
BGN juga sudah menonaktifkan sementara 56 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur MBG terkait laporan dugaan keracunan sejumlah penerima manfaat usai mengonsumsi makanan dari SPPG tersebut.
Maraknya kasus keracunan MBG tak mengubur keinginan Dadan untuk menambah anggaran BGN. Usul tersebut bahkan disampaikan langsung olehnya kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BGN awalnya butuh Rp50 triliun untuk menggeber program makan bergizi gratis di 2025. Kemudian, Dadan menghitung ulang potensi anggaran yang bisa diserap di sisa tahun ini. Angka final permintaan Dadan ke Purbaya adalah Rp28 triliun.
“Jadi, Rp71 triliun plus Rp28 triliun tahun ini,” kata Dadan usai bertemu Purbaya di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9).
Purbaya yang awalnya melihat serapan anggaran MBG lelet, mengklarifikasi pernyataannya. Ia menegaskan penyerapan anggaran dari program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu ternyata lebih bagus dari dugaannya.
Ia sudah menyiapkan tambahan anggaran Rp28 triliun untuk program MBG. Akan tetapi, Purbaya bakal mengecek lebih dulu realisasi penggunaan anggaran BGN per Oktober 2025.
“Nanti akhir Oktober (2025) saya akan ke sini (Kantor BGN) lagi. Betul enggak dia bisa menyerap (Rp71 triliun)? Kalau betul, ya kita kasih tambah (Rp28 triliun), kalau enggak ya kita potong!” jawab Purbaya soal permintaan BGN.
Head of Center Digital Economy and SMEs Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Izzudin Al Farras sangsi dengan kemampuan BGN menyerap anggaran Rp71 triliun. Padahal, pagu tersebut lebih rendah dibandingkan alokasi untuk 2026 sebesar Rp335 triliun. Oleh karena itu, ia mengkritisi permintaan tambahan anggaran BGN tahun ini.
“Langkah BGN untuk terus menjalankan program MBG, bahkan dengan meminta anggaran tambahan ke Kementerian Keuangan, merupakan langkah yang gegabah!” tegasnya kepada
kalduikanIndonesia.com
, Selasa (30/9).
Ia mendorong Dadan dan anak buahnya untuk memaksimalkan anggaran yang mereka miliki tahun ini. Salah satu penggunaannya, memperkuat desain perencanaan program serta perbaikan sistem monitoring.
Menurutnya, perlu ada evaluasi atas implementasi MBG sehingga program tersebut bisa berjalan sesuai tata kelola yang baik. BGN harus memprioritaskan aspek transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam penguatan program ke depan.
“Dalam hal transparansi, BGN harus membuka secara terang benderang dan up-to-date terkait siapa saja, di mana saja, dan berapa makanan yang disajikan, serta jumlah sekolah atau murid penerima manfaat dari yayasan dan SPPG terlibat,” desaknya.
“Selain itu, tiap yayasan dan SPPG wajib pula mempublikasikan menu harian secara berkala beserta sampel dokumentasi makanan maupun proses pengolahannya di website BGN,” tambah Izzudin.
Ia turut menyoroti pentingnya akuntabilitas BGN. Setiap SPPG harus mempublikasikan seluruh pengurus yang terlibat serta berani mempertanggungjawabkan peran masing-masing, termasuk ketika ada kasus keracunan.
BGN juga diminta membuka seluas-luasnya partisipasi UMKM lokal. Izzudin mencontohkan perlu ada peran dari kantin sekolah dalam program MBG tersebut.
“Hal ini perlu disertai dengan pendampingan dari Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan dinas terkait lainnya di tingkat lokal agar efek pengganda dari MBG dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat,” tandasnya.
Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian menilai perlu ada reorientasi kebijakan. Harapannya, program MBG tidak lagi terjebak pada seberapa banyak cakupan penerima.
Ia mendorong peningkatan kualitas sebagai indikator keberhasilan program makan bergizi. Eliza mewanti-wanti bakal muncul kasus keracunan baru, jika BGN hanya fokus mengejar kuantitas.
“Ini karena realisasi anggaran masih rendah hingga per September (2025), sehingga dikebut. Akhirnya, SPPG banyak yang gak sesuai SOP (standar operasional prosedur) dan belum memiliki SLHS (sertifikat laik higiene sanitasi). Karena dikebut inilah jadinya banyak SPPG yang sebetulnya secara infrastruktur dan SDM (sumber daya manusia) kurang memadai, dipaksakan memasak porsi ribuan,” bebernya.
“Dari kejadian ini (keracunan) semestinya berbenah memperbaiki tata kelola. Dimulai dari validitas penerima manfaat, SPPG, monitoring evaluasi, dan model dapur yang jangan dipaksakan sentralisasi memproduksi 3.000-4.000 porsi,” saran Eliza.
Menurut analisis Eliza, hanya 500 SPPG dari 8.583 SPPG yang menerapkan SOP. Itu karena dapur umum tersebut dibangun langsung oleh BGN. Sedangkan sisanya merupakan inisiatif swasta sehingga kualitasnya beragam, bahkan banyak tak patuh SOP.
[Gambas:Photo kalduikan]
Ia mewanti-wanti bahaya inefisiensi anggaran MBG. Terlebih, masih banyak temuan berupa foto atau laporan makanan siswa yang secara gizi dan kuantitas tidak seimbang.
Temuan gizi tidak seimbang, menurut Eliza, imbas penerapan sistem subkontraktor. Pada akhirnya, uang Rp10 ribu untuk satu porsi makan dipotong oleh pihak-pihak tertentu yang mengincar cuan dari MBG.
“Anggaran besar kalau tidak didukung dengan perbaikan tata kelola yang baik, ini akan terjadi inefisiensi; kesia-siaan anggaran; dan berpotensi jadi ladang korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) … Daripada nanti sudah menelan anggaran besar, tapi multiplier effect-nya ke masyarakat tidak optimal, lebih baik diperbaiki dulu sistemnya. Evaluasi menyeluruh dulu, jangan asal mengejar target penerima dan realisasi anggaran,” tuturnya.
“Gunakan anggaran untuk investasi pada SDM, program pelatihan standar untuk operator dapur. Dengan kurikulum yang mencakup keamanan pangan, higienitas, serta manajemen gizi perlu dirancang dan diimplementasikan secara konsisten,” imbuh Eliza.
Selain itu, perlu ada pengawasan ketat. Mekanisme pengawasan MBG perlu melibatkan multipihak, yakni pemerintah daerah, Dinas Kesehatan, dan lembaga jasa pemastian keamanan pangan.
Eliza menyebut pengawasan berbasis masyarakat melalui Komite Sekolah juga bisa menjadi lapisan kontrol tambahan. Platform digital pun perlu dikembangkan untuk menghubungkan seluruh pemangku kepentingan demi monitoring kerja dapur yang transparan.
[Gambas:Video kalduikan]
Jangan Terjebak Mengejar Target Penerima
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN:
1
2
Baca lagi: JDT Blame Fam After 3 Players Sentenced to FIFA
Baca lagi: Sukabumi earthquake facts on weekends, not because of the Citarik Fault