Tantrum merupakan fase yang umum dialami oleh anak-anak usia 1 hingga 4 tahun. Perilaku ini seringkali membuat orang tua bingung dan frustrasi karena Si Kecil bisa mendadak menangis, berteriak, berguling di lantai, bahkan memukul orang lain. Namun, penting bagi orang tua untuk memahami bahwa tantrum bukan sekadar perilaku buruk, melainkan bagian dari perkembangan emosi dan komunikasi anak.
Lalu, bagaimana menghadapi anak tantrum dengan bijak dan efektif? Simak penjelasan berikut untuk memahami penyebab tantrum dan cara mengatasinya dengan tepat tanpa kehilangan kesabaran.
Sebelum membahas tips mengatasi tantrum, penting untuk mengetahui alasan di balik perilaku ini. Beberapa penyebab umum anak mengalami tantrum antara lain:
Berikut adalah beberapa langkah bijak dan efektif yang bisa diterapkan orang tua untuk menghadapi anak yang sedang tantrum:
Langkah pertama dalam menghadapi anak tantrum adalah tetap tenang. Hindari berteriak atau memarahi anak karena justru akan memperparah kondisi emosinya. Orang tua yang tenang bisa menjadi teladan positif bagi anak dan menciptakan suasana yang lebih terkendali.
Cobalah mengidentifikasi penyebab anak tantrum. Apakah dia lapar, lelah, atau kecewa karena permintaannya ditolak? Dengan mengetahui penyebabnya, orang tua bisa memberikan respon yang lebih tepat, seperti memberi waktu istirahat atau camilan sehat jika anak lapar.
Salah satu cara efektif meredakan tantrum adalah mengalihkan perhatian anak. Bunda bisa menawarkan mainan favorit, mengajaknya melihat sesuatu yang menarik, atau menyanyikan lagu kesukaannya. Pengalihan ini akan membantu anak melupakan penyebab amarahnya dan kembali tenang.
Pada beberapa kasus, anak hanya butuh rasa aman dan diperhatikan. Memberikan pelukan hangat, mencium keningnya, atau membelai punggungnya dapat membuat Si Kecil merasa nyaman dan dicintai. Sentuhan emosional ini seringkali sangat ampuh untuk meredakan tantrum.
Ketika anak tantrum, hindari memberikan penjelasan yang panjang. Gunakan kalimat pendek namun tegas seperti “Mama mengerti kamu marah, tapi kita tidak bisa melempar barang.” Sampaikan dengan nada suara lembut namun tetap menunjukkan batasan yang jelas.
Jika anak tantrum karena keinginannya ditolak, hindari memberikan apa yang ia minta sebagai cara cepat menenangkannya. Tindakan ini akan memperkuat perilaku tantrum karena anak merasa bisa mendapatkan apa pun dengan cara berteriak atau menangis.
Pahami bahwa anak usia balita masih belajar mengendalikan emosi. Mereka belum bisa berpikir rasional seperti orang dewasa. Oleh karena itu, pola pengasuhan harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mereka, termasuk memberikan waktu untuk belajar mengenal dan mengelola perasaan mereka.
Setelah tantrum reda, ajak anak berdiskusi ringan. Bunda bisa bertanya, “Tadi kamu marah karena apa?” dan bantu anak untuk mengenali emosinya. Ini adalah cara yang bagus untuk melatih keterampilan komunikasi dan mengurangi tantrum di masa mendatang.
Faktor fisik seperti kurang tidur, lapar, atau pencernaan yang tidak nyaman bisa memicu tantrum. Pastikan anak memiliki waktu tidur yang cukup dan asupan nutrisi yang seimbang. Makanan kaya serat dan prebiotik seperti oatmeal, pisang, dan susu pertumbuhan yang sesuai bisa mendukung kesehatan pencernaan dan suasana hati anak.
Jika tantrum anak terlalu sering, berlarut-larut, atau semakin ekstrem seiring waktu, sebaiknya konsultasikan ke psikolog anak. Profesional bisa membantu menemukan strategi yang sesuai dengan kepribadian anak dan memberikan panduan khusus bagi orang tua.
Memahami bagaimana menghadapi anak tantrum adalah langkah penting dalam pengasuhan anak usia dini. Dengan pendekatan yang sabar, penuh cinta, dan konsisten, orang tua bisa membantu anak mengelola emosinya dengan lebih baik. Tantrum bukan tanda anak nakal, melainkan sinyal bahwa mereka membutuhkan bimbingan untuk memahami dunia dan perasaan mereka sendiri.
Ingatlah bahwa setiap anak unik. Perlu waktu dan latihan untuk anak bisa belajar mengelola emosinya. Maka dari itu, jangan ragu untuk mencari bantuan tenaga ahli jika diperlukan, demi tumbuh kembang emosional Si Kecil yang optimal.
Baca Juga: Akibat Anak Terlalu Dimanjakan: Dampak Buruk dan Solusinya