Berita

Bubur Asyura: Tradisi Bersejarah di Banjar Setiap 10 Muharram

by Penulis - Selasa, 16 Juli 2024 15:15
IMG

Bubur Asyura adalah salah satu tradisi kuliner yang khas di kalangan masyarakat Banjar Melayu. Tradisi ini diperingati setiap 10 Muharram atau yang dikenal sebagai Yaumul Asyura. Dalam artikel ini, kita akan mengulas lebih dalam tentang apa itu Bubur Asyura, sejarahnya, serta makna di balik tradisi ini.

Apa Itu Bubur Asyura?

Bubur Asyura adalah hidangan khas yang dibuat dari beras dan campuran 41 macam bahan, termasuk sayuran, umbi-umbian, dan kacang-kacangan. Hidangan ini biasanya disajikan sebagai menu berbuka puasa sunnah pada Hari Asyura. Masyarakat Banjar Melayu telah mempertahankan tradisi ini sejak zaman dahulu kala.

Sejarah Bubur Asyura

Tradisi pembuatan Bubur Asyura memiliki akar sejarah yang panjang di kalangan suku Banjar yang merupakan Muslim Sunni di Kalimantan. Bubur ini dibuat untuk memperingati peristiwa-peristiwa penting yang diyakini terjadi pada tanggal 10 Muharram. Beberapa peristiwa bersejarah yang diperingati antara lain:

  • Nabi Nuh dan Banjir Besar: Pada Hari Asyura, Nabi Nuh dan umatnya selamat dari banjir besar yang melanda bumi.
  • Nabi Ibrahim dan Apinya Namrudz: Nabi Ibrahim selamat dari api yang dibuat oleh Raja Namrudz.
  • Nabi Yakub dan Kesembuhannya: Nabi Yakub sembuh dari kebutaan dan bertemu kembali dengan Nabi Yusuf.
  • Nabi Musa dan Laut Merah: Nabi Musa selamat dari kejaran pasukan Fir’aun saat menyeberangi Laut Merah.
  • Nabi Isa dan Roma: Nabi Isa diangkat ke surga setelah usaha Roma untuk menangkap dan menyalibnya gagal.

Pembuatan Bubur Asyura juga dimaksudkan untuk mengenang dan mengambil hikmah dari berbagai peristiwa bersejarah bagi kaum Muslim sejak zaman Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW.

Proses Pembuatan Bubur Asyura

Pembuatan Bubur Asyura melibatkan berbagai macam bahan yang mencerminkan keberagaman dan kebersamaan. Menurut kitab Nihayatuz Zain (Syeikh Nawawi), Nuzhatul Majalis (Syeikh Abdul Rahman Al-Usfuri), dan Jamāʿul Fawaid (Syeikh Daud al-Fatani), ketika bahtera Nabi Nuh berlabuh di Bukit Judi, baginda menyuruh kaumnya mengumpulkan makanan yang ada. Bahan-bahan yang berhasil dikumpulkan antara lain kacang baqila, kacang ful, kacang adas, ba’rūz, tepung, dan kacang hinthoh, yang semuanya dimasak bersama.

Syair Imam Ibnu Hajar al-Asqalani juga menyebutkan bahwa pada Hari Asyura, ada tujuh jenis bijian yang dimakan, yaitu gandum (tepung), beras, kacang mash (kacang kuda), kacang adas (kacang dal), kacang himmash (kacang putih), kacang lubia (sejenis kacang panjang), dan kacang ful.

Makna dan Hikmah di Balik Bubur Asyura

Meskipun tradisi ini tidak memiliki landasan dari hadis nabi yang shahih, Bubur Asyura bukanlah sesuatu yang bersifat sunnah Rasul. Tradisi ini dianggap sebagai sarana untuk memperingati peristiwa bersejarah dan memperoleh hikmah dari kisah para nabi.

Sejumlah ulama dan pemuka agama Islam suku Banjar selalu mengingatkan bahwa pembuatan Bubur Asyura bukanlah perintah Allah SWT atau Rasulullah Muhammad SAW, melainkan sebuah tradisi. Oleh karena itu, kaum Muslim diingatkan untuk berhati-hati dalam menyikapi hari Asyura dan pembuatan Bubur Asyura agar tidak menimbulkan kesyirikan atau kemusyrikan.

Manfaat Sosial dari Tradisi Bubur Asyura

Tradisi pembuatan Bubur Asyura juga memiliki manfaat sosial yang besar. Melalui kegiatan ini, masyarakat dapat memperoleh pahala bersilaturrahim, pahala bergotong-royong, dan pahala memberi makan orang lain. Tradisi ini juga menjadi ajang untuk menunjukkan indahnya persaudaraan umat Islam.

Dengan memanfaatkan tradisi ini secara positif, kita dapat terus melestarikan budaya sekaligus memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat. Bubur Asyura tidak hanya menjadi simbol kuliner, tetapi juga simbol kebersamaan dan gotong-royong dalam memperingati sejarah dan menghargai hikmah dari masa lalu.

Baca Juga: J.D. Vance: Dari Kritikus Trump Menjadi Calon Wakil Presiden

Baca Juga: Kasus Mabuk Kecubung di Banjarmasin: Penyebab dan Penanganannya

Tags: