Jakarta, kalduikan Indonesia
—
Pegunungan Italia yang indah mengalami peningkatan jumlah wisatawan tahun ini, dan bersamaan dengan itu, terjadi peningkatan drastis dalam kecelakaan fatal saat
pendakian
.
Roberto Bolza, wakil presiden organisasi penyelamat nasional Italia,
Corpo Nazionale Soccorso Alpino e Speleologico
(CNSAS), mengatakan kepada Outside bahwa lebih dari 100 orang telah meninggal di puncak-puncak gunung negara itu sejak 1 Juni lalu, dengan rata-rata mengejutkan tiga kematian per hari.
“Itu adalah angka yang dramatis,” kata Bolza, seperti dilansir
Outside
, Sabtu (16/8).
Bolza mengatakan peningkatan kecelakaan fatal dan insiden adalah bagian dari tren yang berkembang yang telah dialami CNSAS selama dekade terakhir. CNSAS sendiri didirikan pada tahun 1954, .
“Selama sepuluh tahun terakhir, Soccorso Alpino telah melakukan operasi penyelamatan sebanyak yang mereka lakukan dalam 60 tahun pertama sejarahnya,” ujarnya.
Sebagian besar insiden melibatkan pendaki dan serupa dengan yang biasa dihadapi CNSAS setiap tahun: terpeleset dan jatuh di medan yang sulit, penyakit mendadak atau serangan jantung, kecelakaan panjat tebing, dan situasi yang disebabkan oleh perubahan cuaca yang cepat atau kurangnya pakaian yang memadai.
Dalam beberapa kasus kematian, turis yang terlalu percaya diri nekat pergi keluar jalur, atau tersesat di medan yang curam dan teknis, tanpa pengalaman atau peralatan yang tepat.
“Terlalu banyak yang memperlakukan jalur alpine serius dengan pola pikir santai yang sama seperti saat mereka berjalan-jalan di taman,” kata Maurizio Dellantonio, kepala CNSAS, kepada surat kabar Italia
Corriere della Sera
pada bulan Juli 2025.
Misi penyelamatan meningkat 20 persen dibandingkan tahun 2024, kata Dellantonio. Salah satu penyelamatan CNSAS melibatkan pendaki berusia 30 tahun yang mencoba mendaki puncak setinggi 12.000 kaki (sekitar 3.600 meter) hanya dengan mengenakan sepatu tenis.
Ia meminta bantuan setelah terjebak di puncak pada malam hari. Dalam insiden lain, dua pendaki Korea berusia enam puluhan memulai via ferrata, rute panjat tebing dengan kabel tetap dan pijakan besi yang mengharuskan pengguna mengenakan perlengkapan panjat, tanpa tali pengaman atau helm. Ketiganya berhasil selamat.
Namun, yang lain tidak seberuntung itu. Pada 24 Juli lalu, seorang remaja Prancis berusia 15 tahun, Liam Rezac, meninggal setelah ia tersesat di jalur pendakian lalu terpeleset dan jatuh di wilayah Val D’Aosta. Juga pada bulan Juli 2025, seorang pendaki berusia 21 tahun bernama Gioele Fortina meninggal setelah terpeleset dan jatuh dari jalur di Piedmont.
Pada akhir Juli, seorang pendaki berusia 60 tahun meninggal setelah kehilangan keseimbangan dan jatuh dari jalur di Lembah Fassa, jauh di dalam Dolomites. Beberapa hari kemudian, seorang pria berusia 80 tahun meninggal dalam kecelakaan serupa di jalur yang sama.
Statistik holistik untuk tahun 2025 belum tersedia, tetapi menurut statistik CNSAS dari tahun 2024, kematian paling umum di pegunungan melibatkan pria Italia berusia antara 50 dan 60 tahun. Demografi ini juga bertanggung jawab atas 16 persen dari semua panggilan penyelamatan.
Baca lagi: Failed to deal with Putin, Trump argued that peace was not a ceasefire
Baca lagi: Kenakan Tanjak Melayu, Prabowo Tutup Upacara Penurunan Bendera
Baca lagi: The cause of Eze’s free kick goals against Chelsea was annulled by VAR