Jakarta, kalduikan Indonesia
—
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
Kementerian Kesehatan
RI, Ina Agustina Isturini menyebut, tren kasus
cacingan
di Indonesia sebenarnya relatif mengalami penurunan. Hal ini seiring dengan program eliminasi kasus dan pemberian obat cacing massal dua kali setahun, khususnya di wilayah endemis.
Menurut dia, beberapa daerah memang relatif masih banyak kasus kecacingan yang dilaporkan, terutama di wilayah timur Indonesia. Namun, bukan berarti di Pulau Jawa sama sekali tak ada laporan kasus kecacingan. Ada, hanya saja kasusnya relatif rendah.
Meski begitu, Ina tak merinci berapa banyak angka kecacingan yang kini dilaporkan terjadi di Indonesia.
Dia menekankan bahwa selain mengonsumsi obat cacing, perilaku hidup bersih juga harus selalu dijalankan, pasalnya obat cacing hanya berfungsi untuk mengobati, bukan membuat tubuh kebal.
“Perlu dicatat obat itu bukan seperti vaksin. Tidak membuat seseorang ‘kebal’ dari infeksi. Kalau perilaku hidup bersih dan sehatnya tidak diperbaiki, dia tentu bisa kena lagi meskipun sudah minum obat,” kata Ina, mengutip
detikhealth
.
Bahaya cacingan bagi anak
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman menjelaskan bahwa kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di daerah tropis, termasuk Indonesia. Dia pun merinci, ada tiga jenis cacing yang paling sering menginfeksi anak-anak, di antaranya:
– cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
– cacing cambuk (Trichuris trichiura)
– cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus)
“Ketiganya ditularkan melalui tanah (
soil transmitted helminths
/STH), dan sangat erat kaitannya dengan kebiasaan buang air besar sembarangan, tidak mencuci tangan, hingga bermain tanah tanpa alas kaki,” kata Aji saat dihubungi
kalduikanIndonesia.com
, Kamis (21/8).
Infeksi cacing bisa mengganggu penyerapan gizi, menyebabkan anemia, kekurangan protein, hingga menurunkan kecerdasan dan daya tahan tubuh anak.
Dalam kasus Raya di Sukabumi, infeksi yang dideritanya berasal dari cacing gelang. Jenis ini berukuran besar, 10-35 cm, sehingga bisa terlihat dengan mata telanjang. Bila telur cacing tertelan, larvanya akan berkembang di usus, lalu menyebar ke pembuluh darah hingga ke paru-paru.
“Kondisi ini dapat menimbulkan pneumonia, gejalanya berupa batuk berkepanjangan, pilek yang tak kunjung sembuh, sesak napas, hingga cacing keluar dari hidung,” kata dia.
Sayangnya, meski sudah mendapat obat cacing, Raya kembali terinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa perbaikan perilaku hidup bersih, pengobatan tidak cukup menghentikan siklus infeksi. Dengan kata lain, infeksi bisa terjadi berulang.
Oleh karena itu, kata Aji, sangat penting menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti berikut:
– Membiasakan cuci tangan di 5 waktu penting: setelah BAB, setelah makan, sebelum menyentuh makanan, sebelum menyusui, setelah beraktivitas.
– Selalu BAB di tempat yang semestinya dan menggunakan jamban sehat.
– Memakai alas kaki saat bermain atau beraktivitas di tanah.
– Memotong kuku secara rutin.
– Mencuci buah dan sayur hingga bersih, serta memasak makanan dengan baik.
– Segera memeriksakan anak ke puskesmas jika ada gejala cacingan.
(tis/asr)
[Gambas:Video kalduikan]
Baca lagi: China Bakal Pamer Senjata Baru di Parade Militer September
Baca lagi: 11 Pemain Super League di Timnas Indonesia vs Kuwait dan Lebanon
Baca lagi: Bobby Resmikan CKG, Siswa di Sumut Kini Bisa Periksa Kesehatan Gratis